DIRGAHAYU HIMASOS

Nama lengkap saya berdasarkan Ijazah adalah Mohammad Sjafei T. Tama, dipanggil sehari-hari Oyot. Tahun 1990 terdaftar sebagai Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Tadulako (Untad). Sarjana 7 tahun kemudian, tepatnya tahun 1997. Pada semester awal kuliah, saya tergabung di AKABA (Anak Kantin Bawah), yang oleh mahasiswa “umumnya” dipandang sebagai tempat berkumpulnya “mahasiswa” yang tidak boleh diganggu karena gampang tersinggung, gampang berkelahi, gampang cari persoalan, tetapi rata-rata cerdas tanpa bisa dibuktikan dengan Indeks Prestasi (IP) yang layak. Bisa dikatakan “organisasi” tanpa struktur ini tempat “nangkring” segolongan Mahasiswa berkarakter khusus plus ‘aneh’ dari berbagai fakultas di Universitas Tadulako. Meski demikian, sebagian sahabat-sahabat di AKABA telah menjadi orang-orang yang sukses. Beberapa di antaranya menjadi pejabat publik, yang berprestasi di berbagai daerah di Sulawesi Tengah dan di luar daerah, ada yang menjadi Dosen di Untad maupun di luar Untad, ada pula yang menjadi pengusaha sukses, tetapi saya tidak mendengar mereka gagal mengarungi kehidupan pasca kehidupan kampus. Saya salut dan bangga dengan senior-senior saya itu, karena meski mereka “aneh” dengan karakter khas, toh mereka menjadi orang-orang pertama di kampus yang memaksa saya untuk belajar. Mereka bahkan membantu mencarikan buku untuk saya baca meski dalam keadan setengah sadar.

Saya memulai semester pertama dengan IPK 1,11. Di masa lalu (1990-an) IP serendah itu sangat menghinakan. Kalau ada mahasiswa yang mendapat IP 2,5 di zaman itu sudah gembira luar biasa bahkan berjingkrak kegirangan. Dengan dorongan sahabat-sahabat di AKABA saya mulai belajar hampir tanpa kenal waktu. IP segera berubah semester kemudian menjadi 2,8 lalu meningkat lagi menjadi 3,8, dan akhirnya bisa mencapai IP 4 hingga dua semester selanjutnya. Saya mulai mendapat tempat di mata mahasiswa umumnya, dan berujung terpilihnya saya menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Sosiologi pada tahun 2002-2003 dan dipaksa untuk melanjutkan lagi periode berikutnya (2003-2004) oleh kawan-kawan Mahasiswa Sosiologi untuk mengawal HIMASOS. Selain di Himasos, saya dan beberapa sahabat menjadi anggota Mapala Santigi, juga dengan sahabat lainnya membentuk Sanggar Seni Kaktus. Di luar kampus saya bersama sahabat-sahabat dari berbagai fakultas mengorganisir diri dalam organisasi ekstra plus kiri-ekstrim di masa lalu (menurut Rezim Orde Baru). Selama aktif di organisasi internal dan eksternal kampus, praktis IP saya menjadi rata-rata 0,00 karena saya sempat ikut kuliah, tetapi tidak mau ikut semester sebagaimana harusnya. Saya protes pada saat itu, belajar di berbagai tempat dan suasana hingga 6 bulan, tetapi ketika semester hanya diuji dengan 5 soal saja. Tetapi tidak mungkin bagi saya untuk protes terang-terangan, karena mahasiswa Fisip umumnya waktu itu sudah lebih dari cukup dengan 5 soal saja, dan bertahan hingga saat ini.

Apa yang saya sampaikan di atas, sesungguhnya bermaksud memberi pesan dan motivasi kepada adik-adikku di HIMASOS yang baru melewati hari kelahirannya dirangkai Kongres (selamat untuk ketua baru yang terpilih). Jangan pernah malu menjadi diri sendiri.

  • Kalau anda berkarakter aneh, ugal-ugalan, sering setengah sadar, segeralah untuk berubah, karena anda pasti bisa. Buang rasa minder, jangan merasa tersingkir atau disingkirkan oleh “situasi” di luar dirimu. HIMASOS tempat yang cocok bagi anda untuk mengangkat derajat kemanusiaanmu, karena di situ anda menjadi saudara bagi yang lainnya. HIMASOS dibangun, dijaga, dikawal oleh semangat “kekerabatan”.
  • Kalau anda sudah berada di dalam dan menjadi bagian dari organisasi ini, maka buang sama sekali rasa takut, terhadap apapun, siapapun kecuali kepada TUHAN.
  • Kalau anda sudah di HIMASOS, anda harus menyegel kata “LAWAN” dan menyimpan dengan baik kata itu di benak dan di hati. Lawan kebodohan, Lawan Kemalasan, Lawan ketidakadilan, Lawan rasa takutmu, Lawan semua bentuk penindasan di dalam kampus, maupun di luar kampus. Lawan kesombonganmu, Lawan keangkuhanmu, Lawan egomu.
  • Kami semua yang pernah belajar di HIMASOS tahu benar, bahwa HIMASOS adalah tempat aktivis mahasiswa yang sungguh-sungguh hendak mewujudkan TRI DARMA PERGURUAN TINGGI dalam bentuknya yang sejati, bukan sekadar dibuktikan lewat perkuliahan di dalam kelas, penelitian lewat PPL, dan pengabdian lewat KKN. Sejak berstatus mahasiswa dan tergabung di HIMASOS, maka sejak itu anda harus menjunjung tinggi semua hal yang mengikat idealisme dan ideologi kemahasiswaan yang hendak dijuangkan oleh HIMASOS, termasuk menjadi bagian dari gerakan sosial. Kalau di depan matamu berlangsung penindasan terhadap rakyat, maka buang status kemahasiswaanmu, bila tidak bersegera berada di barisan terdepan sebagai pembela rakyat. Ini inti dari jiwa pengabdian yang ada di HIMASOS.

HIMASOS tidaklah sempurna, pernah jatuh dan bangun lagi, sebagaimana organisasi umumnya. Saya ingat ketika awal-awal kembali masuk kampus sebagai salah seorang dosen. Himasos sedang tidur lelap, hampir tak ada suara, meski ada pengurusnya. Mereka terkebiri oleh rasa takut yang dibuat oleh pikiran mereka sendiri. Saya sampai risih, mendengar rekan dosen, saat keluar dari kelas selepas mengajar, berkomentar: “kita ini sama dengan berhadapan dengan batang... mahasiswa sekarang seperti kayu”, “mahasiswanya diam bengong, sampai-sampai sakit leher tidak ada yang bertanya, apalagi ditanya”.....


Saya simpan kata-kata itu, dan berjanji membuktikan bahwa mahasiswa bukan tidak mau bicara, mungkin mereka takut salah bicara dan kritis karena nilai mereka akan terpengaruh, atau mendapat masalah dalam perkuliahan. Mungkin karena mereka tidak teroganisir dengan baik oleh Himasos. Mulailah saya mengorganisir kembali HIMASOS, melalui pengurus-pengurusnya. Hampir setiap hari kami diskusi, di kampus, di rumah saya, di mana saja setiap ada kesempatan. Dua tahun kemudian, dosen yang sama dan beberapa dosen lain berkomentar: “ini mahasiswa kita baru bicara satu kata mereka sudah tanya macam-macam, protes macam-macam”, “sok pintar”, “seperti jago teori, padahal omong kosong”. Anda bisa bayangkan: anda diam di protes, anda bicara di protes, anda cerdas dicemooh, anda kritis diawasi. Ternyata masih ada tirani di kampus yang dibungkus selimut akademis.

Maka, kalau anda sudah di HIMASOS buang rasa takut, lawan setiap hal yang berbau penindasan, lawan pula kesombonganmu, buang egosentrisme. Di HIMASOS hanya ada saudara. Di situ tempat berbagi, belajar bersama dalam susah pun senang. Solidaritas yang selama ini sudah terjaga, jangan sampai susut hanya karena waktu berlalu. Proses kaderisasi harus terus berjalan. Para senior jangan lupa kacang akan kulitnya. Kalau anda sudah menjadi aktivis di luar kampus, jangan lupa HIMASOS. Jangan sampai dia mati suri lagi, hanya karena Inkonsistensi, terlalu cepat merasa senior, terlalu cepat merasa berbeda dengan yang lain, lebih hebat dan lain, lantas menganggap HIMASOS sekadar tempat kumpul anak-anak baru belajar. Anda keliru, karena dia dibangun dengan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, tanpa imbal, tanpa pamrih. Di HIMASOS dosen dengan mahasiswa adalah sahabat dan teman belajar, termasuk belajar menekan “rasa lebih hebat dari” dosen kepada mahasiswa, senior terhadap yunior, tindas menindas antar angkatan. Perbedan kelas dan angkatan tidak boleh terjadi di HIMASOS.

Tetapi, jangan lupa introspeksi diri, refleksi, review dan evaluasi apa yang sudah berlalu dan yang sekarang, untuk menjadi lebih baik ke depan. Kita semua tidak sempurna, HIMASOS juga tidak sempurna, perbaikilah yang perlu diperbaiki, buang yang tidak berguna dan merusak solidaritas. Saya selalu mencintai kalian Sahabat-sahabatku semua. Kalian telah membuat saya merasa berharga menjadi Dosen.

 
Salam.
Sahabat kalian, Oyot.





Comments

Popular Posts